PASARIBU: MENURUT PPDB JABOTABEK (JHON B. PASARIBU, 1993)
Buku kecil itu memuat memori kepengurusan Pasaribu, Masa Bhakti 1993 – 1995 yang di pimpin oleh Drs. John Bidel Pasaribu. Walaupun Buku itu merupakan memori tetapi didalamnya memuat banyak informasi menarik termasuk hal-hal yang perlu dikritisi terutama menyangkut Pasaribu. Pengurus Parsadaan Pasaribu dan Boru (PPDB) Jabotabek pada halaman 61 menulis begini : “Tarombo Ni Sariburaja III Pasaribu Na Tolu Sabutuha”. Maka pada halaman 63 disajikan silsilah Sariburaja III begini: Sariburaja III punya 3 orang isteri, 1) Boru jau, 2) Boru Pareme 3) Boru Babiat. Dari Boru Jau lahir Siraja Iborboron, dari Boru Pareme Lahir Siraja Lontung, dari Boru Babiat Lahir Raja Galeman. Mungkin yang dimaksud dengan halaman 63 itu adalah Sariburaja I, bukan Sariburaja III, karena pada halaman 62 di tulis “Boi dope dohonon tahe, ia na mamboanhon marga Pasaribu, tarlumobima, dung di ari na parpudi on, hira pomparan ni Sariburaja III nama, atik pe boi dijalo roha na tong-tong do adong hak ni angka pomparan ni Sariburaja I dohot Sariburaja II mamahe marga Pasaribu”. Maksudnya begini: Boleh dikatakan bahwa yang membawa marga Pasaribu, khususnya akhir-akhir ini, hampir turunan dari Sariburaja III saja, namun demikian harus diakui turunan Sariburaja I punya hak menggunakan marga Pasaribu. Kita garisbawahi kalimat, boleh dikatakan bahwa yang membawakan marga Pasaribu, khususnya akhir-akhir ini hampir turunan dari Sariburaja III saja, kalimat ini kalimat karet, yakni kalimat yang tidak dapat dijadikan pegangan karena mempunyai arti yang tidak pasti. Kalimat yang benar adalah : Harus dikatakan bahwa yang membawakan marga Pasaribu, bukan turunan dari Sariburaja III saja, tetapi mencakup semua marga-marga dibawah Borbor, bahkan juga dalam lingkup yang lebih luas yakni Borbor bersama Limbong, Sagala, dan Malau. Lagipula, menggunakan kriteria apa sehingga hanya turunan Sariburaja III saja yang membawakan Marga Pasaribu(?)
Masih menurut PPDB Jabotabek dalam “Buku Bolon 1988”, pinatomu-tomu ni amanta Drs. John B. Pasaribu pada halaman 24 menulis sebagai berikut: “Marga Borbor, yang kemudian berobah menjadi Borbor Marsada bersama-sama dengan marga Sagala, Limbong dan Malau, mereka bersatu untuk melawan marga Lontung”.(Tidak ada marga Borbor,yang ada marga-marga Borbor) Tidak dijelaskan alasan mengapa Borbor Marsada melawan marga Lontung. Kalau alasannya karena Lontung lahir sebagai buah dari incest orangtuanya yang sekandung, perlawanan Borbor Marsada terhadap Lontung benar-benar tidak adil. Lontung tidak melakukan kesalahan sekecil apapun terhadap Borbor, Limbong, Sagala maupun terhadap Malau. Lontung lahir bukan atas kemauannya sendiri dan tidak punya urusan terhadap apa saja yang dilakukan oleh Sariburaja dengan Boru Pareme sehingga Lontung ada dalam kandungan ‘namboru-nya’ yang juga adalah ibu kandungnya. Bahwa Borbor Marsada dibentuk untuk melawan Lontung pastilah merupakan gerakan permusuhan yang tidak layak karena itu Borbor Marsada versi seperti itu harus ditolak. Dalam buku stensilan ini (Pasaribu : menurut PPDB Jabotabek), pada halaman 30 ditulis dengan *). Dalam silsilah Raja Habeahan dikemudian hari ada anaknya bernama Raja Manuksuk atau Saruksuk ….., pada generasi ke-XII. Seharusnya Saudara John B. Pasaribu menyebutkan sumber yang jelas dari mana dikutip bahwa: “Raja Manuksuk = Saruksuk”(?). Raja Manuksuk = Ompu ni Urat Habeahan datang ke Rabaraba dan menetap di sana (TRU Saruksuk, Pasaribu, hal 121).
Kesimpulan :
Pertama : Sariburaja I = Pasaribu
Kedua : Menempatkan Saruksuk = Manuksuk dalam silsilah Habeahan harus ditolak.